Tok! Mahkamah Mahasiswa Resmi Nyatakan Verrel-Iqbal sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2024

Penulis: Anindya Vania, Muhammad Syakhsan Haq, dan Titania Nikita
Pada Jumat (19/01), Mahkamah Mahasiswa (MM) UI mengadakan sidang pembacaan dua Putusan perkara, yaitu mengenai Permohonan Dugaan Pelanggaran Kode Etik oleh Penyelenggara Pemira IKM UI 2023 dan Sengketa Pemira IKM UI 2023. Sidang ini dibuka untuk umum dan diselenggarakan di Ruang Moot Court 85, Fakultas Hukum UI.
Sidang Pertama: KP Pemira Terbukti Melanggar Enam dari Delapan Isu atau Dugaan Pelanggaran Kode Etik
Mengenai perkara yang diputuskan dalam Sidang MM yang pertama dengan Pemohon Geraldine Jordan dan Termohon, yaitu KP Pemira UI, yang terdiri dari Matahariku Mukhammad, Hegel Aldi Kurniawan, dan Muhammad Fathan Syauqi selaku Termohon satu, dua, dan tiga.
MM menyatakan bahwa dari delapan isu atau dugaan pelanggaran kode etik yang dianggap relevan, KP Pemira terbukti melanggar isu pertama, kedua, keempat, keenam, ketujuh, dan kedelapan yang terdiri dari empat pelanggaran sedang dan dua pelanggaran berat.
Termohon kemudian diberi sanksi berupa pernyataan permohonan maaf secara tertulis atas pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang jabatan Para Termohon sebagai KP Pemira IKM UI 2023 dan harus disebarluaskan melalui media sosial pribadi dan KP Pemira dalam kurun waktu 1x24 jam sejak Putusan selesai.
Bukan itu saja, KP Pemira juga dikenakan sanksi berupa pembayaran biaya perkara dengan masing-masing Termohon membayar ⅓ dari biaya sidang keseluruhan serta ketiga Termohon juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri sebagai penyelenggara Pemira IKM UI berikutnya.
Selengkapnya dapat diakses melalui: Putusan MM UI 002
Sidang Kedua: Putusan KP Pemira Dianggap Tidak Sah secara Hukum
Sidang selanjutnya berupa pembacaan Putusan dalam Sengketa Pemira IKM UI 2023 yang diajukan oleh Verrel Uziel dan Iqbal Cheisa, calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2024 nomor urut tiga, melawan panitia dan KP Pemira UI 2023.
Pada 28 Desember 2023, melalui Putusan Nomor 1, KP Pemira mendiskualifikasi Verrel-Iqbal dengan dugaan sabotase terhadap hasil pemungutan suara pada Pemira. Namun, Putusan tersebut dikeluarkan setelah KP Pemira dinyatakan tidak cakap (dibekukan) oleh DPM UI karena pada saat itu anggota KP Pemira hanya berjumlah empat orang, padahal seharusnya beranggotakan lima orang menurut UU IKM UI Nomor 1 Tahun 2022. Kejanggalan ini memunculkan keraguan bagi beberapa pihak tentang keabsahan Putusan diskualifikasi tersebut.
“Mahkamah dapat menyimpulkan bahwa Termohon II sejak tanggal 28 Desember 2023 pukul 20:09 WIB secara kelembagaan telah beku sehingga tidak dapat bertindak secara hukum,” ucap salah satu Hakim.
Mahkamah juga menegaskan bahwa Putusan Nomor 1 KP Pemira dibahas saat kondisinya sudah beku dan saat rangkaian Pemira telah berakhir. “Termohon tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Putusan 1 karena melampaui batasan waktu wewenang saat rangkaian Pemira UI berakhir. Jadi, Putusan 1 tidak berdasar hukum dan tidak memiliki hukum yang mengikat.”
Diduga Lakukan Sabotase, MM Nyatakan Verrel-Iqbal Tidak Bersalah
Setelah dinyatakan melakukan sabotase hasil perhitungan suara oleh panitia dan KP Pemira, MM menetapkan bahwa Verrel-Iqbal tidak terbukti melakukan hal tersebut. “Sabotase terjadi ketika ada perubahan jumlah suara dan berdampak pada pengrusakan. Dalam hal ini, Pemohon (Verrel-Iqbal) hanya mengetahui (jumlah suara) lebih awal,” ucap salah satu Hakim Mahkamah dalam sidang.
Verrel mengaku bahwa ia mengetahui lebih dahulu hasil suara Pemira melalui temannya yang merupakan mahasiswa Fasilkom. Sementara itu, temannya mengetahui hasil tersebut dari anggota RISTEK, vendor dari Pemira UI 2023. Mahkamah juga menyatakan, “Annisa Nur Fadhillah tidak mengetahui jika jam 17.00 WIB seharusnya belum ada izin untuk mengetahui jumlah suara, sehingga ia mempublikasikan hasil Pemira ke Instastory second account-nya pukul 17.16 WIB.”
MM juga menegaskan, “Sanksi yang dijatuhkan kepada Pemohon harusnya bisa dilakukan dengan lebih proporsional. Mahkamah merasa bahwa diskualifikasi yang dijatuhkan ke Pemohon tidak sebanding dengan apa yang ia lakukan.”
Selengkapnya dapat diakses melalui: Putusan MM UI 003
Atmosfer Memanas, Hakim Ketua Terbukti Pelaku Kekerasan Seksual
Di akhir persidangan, suasana mendadak memanas lantaran Melati (bukan nama asli), salah satu peserta sidang, memberikan interupsi kepada Hakim. “Panitera, pelaku KS memang boleh memutuskan (perkara)?!” serunya.
Akan tetapi, interupsi tersebut diabaikan karena sifat sidang pembacaan putusan yang dalam jalannya tidak diperkenankan terdapat interupsi.
“Untuk menjadi informasi saja kalau Hakim Ketua pada Mahkamah Mahasiswa yang tadi menjalankan sidang ini sudah terbukti di melakukan kekerasan seksual pada 29 Desember 2023,” tegas Melati.
Seruan kegelisahan dari Melati tersebut telah termaktub secara resmi dalam SK Rektor UI Nomor 2211/SK/R/UI/2023. Melati menyoroti keberadaan pelaku tersebut yang masih bebas berkeliaran dan melakukan persidangan. “Harusnya orang dari MM itu sendiri kalau misalkan tahu rekan-rekannya yang ‘adil’ merupakan pelaku (kekerasan seksual), harusnya bisa lebih cepat bertindak sama seperti mereka bisa menindak orang-orang yang diadili seperti yang terjadi hari ini.”
Melati mengharapkan MM UI sebagai penegak keadilan di lingkungan kampus UI dapat lebih menegakkan keadilan dengan seadil-adilnya. “Jangan takut untuk kasih sanksi meskipun rekan sendiri karena itu menunjukkan kredibilitas mereka sebagai penegak keadilan.”
Ketidakpuasan KP Pemira pada Putusan MM dan Tidak Adanya Sanksi bagi RISTEK
Sebagai Termohon pada kedua perkara, Matahariku Mukhammad (Matahari) berpendapat bahwa MM telah bekerja secara profesional dan netral. Meskipun begitu, Matahari mengungkapkan bahwa KP Pemira merasa tidak puas dengan putusan yang ada. “Banyak sebenarnya di putusan-putusan itu kami merasa itu tidak sesuai dengan sebenarnya dan kami pun kecewa juga,” ujarnya.
Matahari mengungkapkan bahwa ada salah satu poin yang tidak sesuai kebenaran, yaitu isu tentang KP Pemira melakukan perubahan dokumen dalam Google Drive alat bukti. Matahari mengaku bahwa KP Pemira memang melakukan perubahan dokumen folder tersebut, tetapi bukan untuk mengaburkan alat bukti. Ia menjelaskan, “Kami melakukan itu karena permintaan salah satu saksi dari kasus itu ingin dianonimkan. Kami hapus (dokumennya) dan tambahkan yang baru, di mana itu sudah menghapus nama-nama (saksi) dan profile picture-nya untuk menjaga anonimitas.”
“Gue kaget karena itu baru dibawa di persidangan tadi. Selama persidangan seminggu itu tidak ada dari permohonan awal-awal Hakim menanyakan hal itu sehingga kami belum sempat untuk memberikan pembelaan,” tambahnya.
Terkait kebocoran suara dari RISTEK, Matahari menyayangkan tidak adanya amar putusan dari MM terkait pelanggaran yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Ia mengatakan, “Di MoU (antara Pemira dan RISTEK) itu isinya dia akan menjaga kerahasiaan. Kalau ada kebocoran berarti kan mereka melanggar MoU mereka sendiri.”
Ia melanjutkan, “Jadi, menurut gue, sehabis ini kita harus mengarahkan ini kepada RISTEK karena RISTEK itu telah melanggar asas Luber-Jurdil ketika Pemira. Maka, seharusnya untuk Pemira selanjutnya dia enggak berhak jadi vendor lagi.”
KP Pemira sadar bahwa prosedur ini bersifat final sehingga mereka menghormati proses hukum yang ada. “Kami menuruti putusan ini bukan karena kami merasa salah, tapi karena kami menghormati proses hukum yang benar dan Yang Mulia Majelis Hakim,” tegas Matahari.
Verrel-Iqbal Resmi Sebagai Pasangan Ketua dan Wakil Ketua BEM UI
Dengan dinyatakan tidak bersalah pada sengketa ini, Verrel-Iqbal yang telah memperoleh suara terbanyak pada Pemira UI 2023, secara sah menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2024.
Verrel merasa lega dan bersyukur atas telah terungkapnya fakta bahwa ia dan Iqbal tidak melakukan sabotase dan kecurangan. “Saya berharap itulah nanti yang akan dilihat oleh IKM UI, bahwa Verrel dan Iqbal memang layak untuk terpilih untuk menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2024,” tegasnya.
Verrel juga mengaku bahwa ia merasa puas dengan putusan dari MM UI dan berharap putusan ini dapat mendamaikan IKM UI, menghentikan segala polarisasi dan dinamika yang dihadapi oleh IKM UI, serta meniadakan segala perpecahan di antara IKM UI.
“Ke depannya, kita sebagai IKM UI bisa bersatu kembali (untuk) memperjuangkan banyak hal, bukan hanya untuk IKM UI, melainkan juga untuk masyarakat Indonesia di luar sana,” sambungnya.
Editor: Marshellin Fatricia