Child Labour and Trade Liberalization in Indonesia

Badan Otonom Economica
11 min readMay 31, 2023

--

Apakah kenaikan upah riil bagi tenaga kerja tidak terampil dapat meningkatkan insentif untuk bekerja, sehingga meningkatkan penawaran pekerja anak?

I. Introduction

Adanya liberalisasi perdagangan menimbulkan perdebatan yang luas sehingga hal ini menciptakan isu-isu yang serius. Dilihat dari kacamata teoritis, liberalisasi perdagangan dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti perubahan harga relatif, distribusi pendapatan riil, upah, dan pendapatan bersih untuk pendidikan (Ranjan 2001; Jafarey dan Lahiri 2002). Perubahan ini dapat mempengaruhi partisipasi angkatan kerja anak-anak melalui efek pendapatan dan substitusi yang dapat mengubah tingkat partisipasi mereka. Bukti empiris mengenai efek liberalisasi perdagangan terhadap pekerja anak masih langka. Beberapa studi lintas negara menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan berkorelasi dengan insidensi pekerja anak yang lebih rendah. Studi lintas negara menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dikaitkan dengan insiden pekerja anak yang lebih rendah secara rata-rata, terutama karena efek perdagangan terhadap pendapatan. Namun, ada juga penemuan bahwa efek dari keterbukaan perdagangan terhadap pekerja anak dapat berbeda-beda di negara yang berbeda. Oleh karena itu, studi empiris berdasarkan data mikro dan bukti langsung dari reformasi perdagangan diperlukan untuk memahami efek heterogen dari liberalisasi perdagangan dan mengidentifikasi saluran utama yang bekerja. Studi ini menunjukkan bahwa efek liberalisasi perdagangan terhadap pekerja anak dapat sangat heterogen dan bergantung pada faktor-faktor seperti pendapatan dan biaya pendidikan. Dalam rangka memahami efek liberalisasi perdagangan terhadap pekerja anak di Indonesia, sebuah studi dilakukan pada tahun 1990-an. Selama periode ini, Indonesia mengalami pengurangan besar dalam hambatan tarif dan garis tarif impor rata-rata menurun dari sekitar 17,2 persen pada tahun 1993 menjadi 6,6 persen pada tahun 2002. Namun, selama periode yang sama, partisipasi angkatan kerja anak-anak berusia 10–15 tahun lebih dari setengahnya. Studi ini menawarkan studi kasus yang menarik tentang dampak liberalisasi perdagangan terhadap pekerja anak di Indonesia, mengingat heterogenitas geografis yang luas di negara tersebut. Berbagai kabupaten di Indonesia telah dipengaruhi secara sangat berbeda oleh liberalisasi perdagangan, yang memberikan strategi identifikasi yang berharga.

Hasil studi menunjukkan bahwa paparan yang lebih kuat terhadap liberalisasi perdagangan menyebabkan penurunan pekerja anak di antara usia 10–15 tahun, terutama untuk anak-anak dari latar belakang dan keterampilan yang rendah, usia yang lebih tua, dan daerah pedesaan. Efek pendapatan yang menguntungkan bagi masyarakat miskin yang disebabkan oleh liberalisasi perdagangan kemungkinan besar merupakan efek utama yang mendasari hasil ini karena peneliti menemukan penurunan kemiskinan yang lebih besar di kabupaten-kabupaten yang paling terpengaruh oleh liberalisasi perdagangan. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pekerja anak terjadi karena keputusan rumah tangga yang diambil berdasarkan kendala anggaran dan waktu anak. Dampak dari ketidaksempurnaan pasar kredit semakin memperburuk pekerjaan anak, karena rumah tangga tidak dapat meminjam dari pendapatan anak untuk berinvestasi dalam pendidikan. Pengurangan hambatan perdagangan diyakini dapat mengurangi pekerjaan anak jika hal itu menguntungkan orang miskin di dalam perekonomian. Meskipun demikian, terdapat efek pendapatan dan substitusi yang dihasilkan dari perubahan harga dan faktor yang dapat mengurangi atau meningkatkan pekerjaan anak. Kenaikan upah riil bagi tenaga kerja tidak terampil dapat meningkatkan insentif untuk bekerja, sehingga meningkatkan penawaran pekerja anak. Oleh karena itu, dampak keseluruhan dari liberalisasi perdagangan terhadap pekerjaan anak bergantung pada apakah efek pendapatan atau efek substitusi yang mendominasi. Dalam jangka panjang, mobilitas pekerja antarsektor yang tinggi dan pasar yang kompetitif dapat menguntungkan efek pendapatan. Namun, jika keterampilan pekerja terbatas pada satu industri saja, mereka mungkin dirugikan dalam jangka pendek oleh pengurangan perlindungan. Guncangan ekonomi jangka pendek juga dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi kaum miskin dalam lingkungan ekonomi yang terbatas.

Liberalisasi Perdagangan pada tahun 1990-an

Liberalisasi perdagangan di Indonesia berlangsung selama lebih dari 15 tahun dan dimulai sejak pertengahan 1980-an. Kebijakan substitusi impor yang ada digantikan secara bertahap dengan kebijakan perdagangan yang tidak terlalu membatasi dan tarif dikurangi, sedangkan hambatan tarif non-tarif melambat. Pada pertengahan 1990-an, terjadi gelombang liberalisasi perdagangan di Indonesia dengan meningkatnya kepemilikan perusahaan asing dan penetrasi ekspor dan impor. Pada tahun 1990-an, Indonesia menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan dengan menurunkan tarif secara signifikan. Kebijakan ini dipengaruhi oleh dua peristiwa besar, yaitu berakhirnya Putaran Uruguay pada tahun 1994 dan komitmen Indonesia terhadap perjanjian multilateral tentang pengurangan tarif. Setelah Putaran Uruguay, Indonesia berjanji untuk mengurangi semua tarif terikatnya menjadi di bawah 40 persen dalam waktu sepuluh tahun. Pada bulan Mei 1995, Indonesia mengumumkan paket besar pengurangan tarif yang menetapkan jadwal pengurangan tarif besar sampai tahun 2003 dan memenuhi komitmen Indonesia pada Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. Walaupun ada kenaikan tarif sementara pada sektor manufaktur makanan ketika beberapa hambatan nontarif dihapuskan, penurunan tarif secara keseluruhan tidak terganggu.

Peneliti menggunakan data dari berbagai sumber termasuk Survei tahunan rumah tangga nasional (Susenas) Indonesia, informasi PDRB daerah dari Badan Pusat Statistik di Indonesia (BPS), dan database UNCTAD-TRAINS. Gambar 1 menunjukkan perubahan garis tarif dari waktu ke waktu dan variasi antara industri. Secara rata-rata, tarif nominal menurun dari 17,2 persen pada tahun 1993 menjadi 6,6 persen pada tahun 2002. Penurunan tarif terbesar terjadi pada periode 1993–1995 dan setelah krisis ekonomi tahun 1999. Meskipun tarif secara keseluruhan mengalami penurunan, terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat harga awal dan tingkat penurunannya. Sektor manufaktur awalnya memiliki hambatan tarif yang relatif tinggi, tetapi juga menunjukkan penurunan yang paling signifikan. Sebagai contoh, kayu dan furnitur mengalami penurunan tarif dari 27,2 menjadi 7,9 persen, tekstil dari 24,9 menjadi 8,1 persen, dan manufaktur lainnya dari 18,9 menjadi 6,4 persen. Tarif rata-rata untuk sektor pertanian jauh lebih rendah, berkurang dari 11,5 menjadi 3,0 persen. Berbagai studi menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan di Indonesia berdampak positif terhadap produktivitas perusahaan dan perbaikan kondisi kerja di bidang manufaktur. Liberalisasi perdagangan mempengaruhi produktivitas perusahaan melalui penurunan tarif input impor, yang mendorong pembelajaran dan meningkatkan kualitas dan variasi produk, serta penurunan perlindungan output, yang meningkatkan tekanan persaingan. Aliran FDI juga berkontribusi pada pertumbuhan perusahaan, lapangan kerja, dan hubungan yang lebih kuat dengan pasar ekspor dan impor. Kondisi kerja juga terlihat membaik, terutama di bidang manufaktur, di mana peningkatan investasi asing langsung sejalan dengan kenaikan upah relatif. Beberapa studi juga mengharapkan bahwa liberalisasi perdagangan dapat mengurangi kemiskinan rumah tangga di Indonesia, meskipun mobilitas tenaga kerja berketerampilan rendah mungkin diremehkan. Meskipun begitu, beberapa studi menunjukkan bahwa dekade 1990-an ditandai dengan penurunan pangsa lapangan kerja pertanian dan peningkatan pangsa jasa, dan sebagian besar pengurangan kemiskinan terjadi pada pertumbuhan layanan perkotaan.

II. Metodologi

A. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Susenas, yang menyediakan informasi dari variabel pengeluaran dan karakteristik sosio ekonomik individu maupun rumah tangga. Kota dan kabupaten merupakan kunci utama dalam unit administratif di Indonesia, yang cocok untuk dikaitkan dengan regional labor market. Kota/kabupaten (Distrik) akan menjadi fixed effect dalam analisis, dengan mempertimbangkan penurunan tarif di kota kecil dan kawasan terpencil. Maka dari itu, desa/kelurahan digunakan sebagai time variant control dalam suatu distrik. Outcome Variable melihat apakah terdapat anak yang bekerja dalam pekan terakhir.

Informasi terkait tarif didapat dari UNCTAD-TRAINS database yang mencerminkan rata-rata dari semua tariff rate yang diterapkan.

B. Regional Tariff Exposure

Berdasarkan Topalova (2005) dan Edmonds et al. (2010), pengukuran tariff exposure dibentuk dari penggabungan informasi dari variasi geografis dari komposisi sektor ekonomi dan variasi temporal dalam tariff lines per kategori produk.

Tabel 1 : Descriptive Statistics

Figure 4. Evolution of Tariff Protection Hasil pengukuran menunjukan perubahan exposure dalam pengurangan tarif yang tersebar di berbagai area geografis dari tahun 1993 hingga tahun 2002. Tiap sektor (h) annual national tariff lines Tht diukur oleh sector shares of active labor force (L) dalam distrik (k):

Evolusi dari tariff protection diukur oleh employment shares. Pengukuran tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat/rumah tangga terekspos oleh adanya trade liberalization melalui dinamika local labor market. Exposure yang diukur dengan mengukur tariff line pada sectoral shares dalam Produk Domestik Regional Bruto:

C. Identification

1. Static Analysis: Pooled District Panel

Identifikasi dari dampak pengurangan tarif bergantung pada aspek panel geografis dalam sebuah kombinasi data. Dalam penelitian ini, akan mencakup fixed effect k), time-region fixed effects control for aggregate time trendsrt), variant household dan individual control variables (Xikt) yang mencakup usia anak-anak, jenis kelamin, urutan kelahiran, edukasi, industri utama dari kepala keluarga, ukuran rumah tangga, apakah keluarga tersebut tinggal dalam kawasan urban atau rural. Spesifikasi utama dari pooled district panel adalah:

Di mana yikt adalah aktivitas pekerjaan anak i dalam distrik k pada waktu t. Pengukuran dilakukan untuk seluruh sampel seperti laki-laki, perempuan, wilayah/kabupaten, serta rural districts.

2. Potential Sources of Bias

Asumsi utama dalam mengidentifikasi time variant shocks εkt adalah ortogonal terhadap Tkt. Hal tersebut merupakan asumsi yang masuk akal karena Tkt mencakup basis utama struktur ekonomi dan perubahan tariff nasional. Sehingga, adanya variasi endogen regional maupun temporal terhadap aktivitas pekerja di bawah umur dapat dikontrol oleh fixed effect waktu dan geografis. Selain itu kebijaaan sosial juga dapat membawa tren yang dapat membingungkan. Dua kebijakan tersebut adalah adanya perubahan minimum wage (UMR) akibat dari krisis tahun 1998. UMR diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an dan meningkat secara signifikan pada tahun 1990-an dan di antara tahun 2000 sampai 2002. (Alatas dan Cameron 2008; Suryahadi et al 2003). Jika variasi regional dalam UMR atau dampak dari beasiswa berkorelasi dengan pengukuran tariff, maka dapat saja ada efek overestimate pada trade liberalization pada pekerjaan di bawah umur. Maka dari itu, UMR di tiap provinsi yang mendapatkan beasiswa SSN di tahun 1999 hingga 2002 dijadikan sebagai variabel kontrol.

3. Dynamic Analysis: District Pseudo-Panel

Dynamic Analysis dapat memberikan opsi lebih lanjut dalam menyampaikan potential source of bias dan memudahkan dalam kehilangan variasi individual dalam data. District pseudo-panel analogue dapat dirumuskan

Di mana ȳkt adalah bagian dari anak-anak di distrik k yang bekerja dalam periode t.

Menunjukan hipotesis dimana φ=0.

Sesuai yang disarankan oleh Edmonds et al. (2010), lingkup dari sebuah bias bergantung pada kondisi awal yang dapat diinvestigasi dengan lanjut dengan menjadikan sector shares awal sebagai variabel kontrol.

Terakhir, gunakan pseudo-panel dengan memanfaatkan dynamic specification, di mana memasukan lagged dependent variable dan lagged tariff measure:

Dengan memasukkan lagged independent variable kita memasukkan state dependence, serta potensi adanya differential trends dalam pekerja di bawah umur. Lagged effects dari perubahan tarif dapat mengidentifikasi efek jangka panjang dan pendek. Efek spontan dari perubahan persentase tariff exposure diwakilkan oleh β. Total perubahan jangka panjang dalam y adalah sebagai hasil dari perubahan persentase dari tariff exposure, dengan mempertimbangkan perubahan tarif serta dynamic multiplier melalui ȳkt-1, yang didekatkan oleh (β+φ)/(1-θ).

III. Hasil

A. Static Analysis

Hasil static analysis dari pooled cross-section data dijelaskan dalam bentuk tabel. Basic specification (Model A) menunjukkan adanya pengurangan dalam tariff exposure dikaitkan dengan berkurangnya pekerja di bawah umur dari usia 10–15 tahun, tetapi ukuran dari efek tersebut tersebar oleh jenis kelamin antara urban dan rural areas.

Model B menunjukan efek diferensial pada keahlian (skill). Pengukuran tariff exposure berinteraksi dengan jenjang edukasi dari kepala keluarga, di mana (i) adalah tidak tamat sekolah dasar, (ii) menyelesaikan sekolah dasar, (iii) menyelesaikan sekolah menengah, (iv) menyelesaikan sekolah menengah atas. Manfaat dari tariff reductions adalah low-skill rumah tangga yang secara relatif lebih tinggi; dimana hal tersebut adalah indikasi bahwa rumah tangga yang miskin (lower-skilled) mendapatkan lebih banyak manfaat dari adanya tariff reductions. Manfaat diferensial untuk anak-anak dalam kepala keluarga yang mempunyai lower-skilled lebih besar untuk laki-laki pada rural districts.

Model C menunjukan adanya efek tarif yang terdiferensiasi oleh sektor utama kepala keluarga. Penulis membedakan antara tiga kategori sektor utama; agrikultur, pertambangan/manufaktur, dan jasa, serta kategori keempat yaitu pekerjaan yang tidak terklasifikasi dan mereka yang tidak bekerja. Efek dari tariff reductions berdampak paling besar pada anak-anak yang berasal dari keluarga sektor agrikultur dan manufaktur. Terlihat juga dampak positif dari anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang bekerja di bidang jasa ataupun yang inaktif. Hal tersebut karena adanya kemiskinan yang mengurangi efek dari trade liberalization pada wilayah tersebut.

Model D mengukur efek dari penurunan tariff exposure dengan urutan kelahiran seorang anak. Regresi menunjukan perkiraan diferensial dari tiga anak yang lahir dalam keluarga, latter borns, serta saudara. Efeknya sangat berdampak pada anak pertama dan kedua. Hal tersebut konsisten dengan penemuan suplai labor dari anak-anak yang lebih tua dalam rumah tangga, yang lebih responsif terhadap positive shocks akibat dari kebijakan sosial dibandingkan anak terakhir atau yang lebih muda (Sparrow 2007).

B. Sensitivity Analysis and Exogeneity Tests

Bagian ini akan membahas potential source of bias. Di mana hasil dari pseudo-panel first difference ditampilkan dalam Tabel 3.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan hubungan negatif antara tariff reduction dengan pekerja di bawah umur tidak dikendalikan oleh variabel yang dihilangkan, ataupun differential growth trajectories pada ekonomi di distrik, serta reduksi dari sektor agrikultur. Krisis ekonomi tahun 1997–1998 juga membawa kekhawatiran terhadap devaluasi rupiah akibat price spike jangka pendek yang berdampak pada golongan miskin.

C. Dynamic Analysis

Estimasi GMM dari dynamic specification dijelaskan pada tabel 4 oleh jenis kelamin untuk rural dan urban districts, jenjang pendidikan kepala keluarga, kategori pekerjaan, serta urutan kelahiran. Hasil menunjukkan efek lokal dari tariff reductions dapat dipertimbangkan.

Tariff reductions membawa pengurangan dalam tingkat keparahan kemiskinan. Tabel 5 menunjukan perkiraan efek dari reduced tariff exposure pada poverty head count ratio (Panel A), lalu squared poverty gap (Panel B), di mana spesifikasi model mirip dengan dynamic GMM sebelumnya. Hasil menunjukan bahwa persentase dalam pengurangan tariff exposure mengurangi poverty headcount dalam sebuah distrik sebesar 1.2 persen, serta juga mengurangi ketidaksetaraan dalam kemiskinan. Dapat dikatakan hasil tersebut menunjukan income effects berperan dalam analisis ini.

IV. Kesimpulan

Penelitian ini mengungkap bahwa pengalaman liberalisasi perdagangan pada tahun 1990-an di Indonesia telah menyebabkan penurunan signifikan dalam jumlah pekerja anak, terutama pada kelompok usia 10–15 tahun. Efek pengurangan tarif ini lebih kuat pada anak-anak dari latar belakang keterampilan rendah dan di daerah pedesaan. Dampak ini memiliki implikasi jangka panjang terhadap investasi modal manusia dan kesejahteraan, terutama bagi rumah tangga yang kurang beruntung secara ekonomi. Meskipun analisis penelitian ini memberikan bukti tidak langsung, temuan tersebut mendukung hipotesis bahwa penurunan pekerja anak disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang dihasilkan dari liberalisasi perdagangan, terutama bagi masyarakat miskin. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan di Indonesia telah meningkatkan upah bagi pekerja berketerampilan rendah. Namun, hubungan kausalitas antara liberalisasi perdagangan dan penurunan pekerja anak masih perlu diteliti lebih lanjut. Temuan ini menunjukkan potensi manfaat liberalisasi perdagangan dan implikasi distribusinya yang sesuai dengan konteks Indonesia. Faktor-faktor seperti mobilitas tenaga kerja berketerampilan rendah dan perubahan struktural ekonomi pada tahun 1990-an juga berperan dalam menciptakan kesempatan kerja di luar sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan pekerja berketerampilan rendah. Namun, penting untuk mempertimbangkan konteks ekonomi lokal dalam merancang kebijakan sosial dan reformasi perdagangan di masa depan.

Sumber:

Katos, K. K., & Sparrow, R. (2011). Child Labor and Trade Liberalization in Indonesia. The Journal of Human Resources, 46(4), 722–749. https://www.jstor.org/stable/41304840

[Ilustrasi Gambar] oleh Gregory Timothy Ibrahim

--

--

Badan Otonom Economica
Badan Otonom Economica

Written by Badan Otonom Economica

Organisasi pers mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang bergerak di bidang jurnalistik dan keilmuan, berdiri sejak 1978.

No responses yet